watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

RIENELDA CANTIK

Cerita ku ini bermula ketika aku sedang
memenuhi panggilan interview pekerjaan di pusat
kota Surabaya, meski lulusan sebuah perguruan
tinggi yang cukup ternama di Malang namun
berpuluh kali aku mengikuti interview namun tak
satu pun mengangkatku menjadi salah satu
pegawainya.

Aku menginap di rumah tetangga kampung yang
pindah ke Surabaya namun sudah ku anggap
saudara sendiri karena mereka cukup baik pada
keluargaku dan sudah kuanggap sebagai keluarga
dan aku memanggil mereka PakDhe dan BuDhe,
hari itu kebetulan aku sedang mengikuti interview
di hotel Tunjungan Plasa Surabaya.

Oh ya.. namaku Rinelda. 24 tahun. Aku pernah
menjadi Finalis Putri sebuah kontes kecantikan di
malang, Aku pernah menikah tapi belum
mempunyai anak karena usia perkawinanku baru
berjalan 4 bulan dan sudah 3 bulan ini menjanda
karena suamiku sangat pencemburu akhirnya ia
menceraikan aku dengan alasan aku terlalu
mudah bergaul dan gampang di ajak teman laki-
lakiku.

Dari teman dan suami aku mendapat pujian
bahwa aku cantik, tubuh yang cukup sintal
dengan tinggi 173 cm mulus dan 2 bongkahan
Susu yang tak terlalu gede tapi untuk ukuran
seorang janda tak mengecewakanlah, cocok
dengan body ku yang cukup atletis. Soal sexs,
dulu setiap ber “ah-uh” dengan suamiku aku
merasa kurang, mungkin karena gairah sex yang
kumiliki sangat kuat sehingga kadang-kadang
suamiku yang merasa tak mampu memuaskan
tempikku, meski aku bisa orgasme tetapi masih
kurang puas!
Kulihat jam di tangan ku sudah menunjukan
pukul 16.15 menit, aku sedikit dongkol karena
seharusnya aku sudah dipanggil sejak pukul
15.00 tadi, padahal aku sudah datang sejak pukul
14.30 tadi. “He..eh” aku pun Cuma bisa
menggerutu sambil mencoba untuk memahami
bahwa aku butuh kerja untuk saat ini.

“Hallo!” suara perempuan mengagetkan ku dari
lamunan.
“Ya !” jawabku sambil berdiri. Sejurus aku
memandang kearah perempuan itu, Cantik!
“Nona Rinelda ?” dia bertanya sambilmengulurkan
tangan mempersilahkan aku kembali duduk.
Beberapa saat kami berbicara dan ku tahu
namanya adalah Rifda, dia memakai jam gede di
tangan kanannya, dengan nama dan pakaian
yang lumayan seksi mengingatkan ku pada
teman SMP ku di Malang, ternyata dia mengaku
seorang pengusaha yang memiliki banyak
perusahaan dan sedang mencari model, setelah
berbicara tentang diriku panjang lebar akhirnya
dia berkata bahwa aku cocok untuk menjadi salah
satu Modelnya. Akhirnya aku mendapatkan
kepastian esok hari aku akan bekerja, aku pun
berjalan pulang dengan langkah seolah lebih
ringan dari biasanya.

Sesampainya di jalan sebelum rumahku , sekedar
anda tahu bahwa sejak aku mencari kerja aku
tinggal di rumah BuDhe Tatik saudara dari Ibu ku.
Ada beberapa anak muda bergerombol, ketika
aku lewat di depannya, mereka menatapku
dengan mata yang seolah-olah mengikuti gerakan
pantatku yang kata teman-teman ku memng
mengundang mata lelaki untuk meremas dan
mendekapnya.
“Wuih, kalau aku jadi suaminya ga tak bolehin dia
pake celana dalam !” Ucap salah satu dari mereka
namun terdengar jelas di telingaku.
“Rai mu ngacengan!” timpal temannya, disambut
tawa teman-teman lainya.

Sampai di rumah pukul 18.30. aku langsung
mandi untuk mengusir kepenatan dan panas
yang hari itu kurasa sangat menyengat.
“Gimana hasil kamu hari ini Rin?” ku dengar suara
BuDhe Tatik dari dalam kamarnya.
“Besok aku sudah mulai kerja BuDhe” jawabku.”
kerja yang benar jangan melawan sama atasan
terima saja perintah atasan karena mencari
pekerjaan itu sulit dan yang penting kamu suka
dan menikmati apa yang kamu kerjakan” kata-
kata dan wejangan dari orang tua pada
umumnya namun ada poin tertentu yang terasa
ganjil menurutku. Sosok BuDhe Tatik adalah
Wanita yang dalam berbicara cukup seronok
apalagi jika berbicara dengan pemuda di
kampungnya sekitar 38 tahun an, cukup seksi
dalam penampilannya, suaminya adalah seorang
PNS di KMS, dia pun juga tak kalah ngawur kalau
berbicara yang berbau saru dengan BuDhe atau
teman-temannya. Tak berapa lama setelah
ngobrol aku pun beranjak ke kamar,
Kamarku sendiri adalah bekas ruang tamu yang
dipasang sekat dari triplek. Sekitar pukul 22.30 an
aku mendengar suara aneh bercampur derit kursi
seperti didongong atau ditarik berulang-ulang dari
ruang tamu depan kamarku persis, sejenak
kuperhatikan secara seksama suara tersebut dan
aku penasaran dengan suara tersebut.

Sedikit kubuka pintu kamarku, betapa kaget
setelah mengetahui BuDhe sedang duduk di kursi
sambil mengakangkan kakinya sementara PakDhe
di depannya sambil memegang kedua kaki BuDhe
pada pundak sedangkan pantat nya bergerak
maju mundur..
“Och…u..o..” suara yang keluar dari mulut
BuDhe. Seolah menikmati apa yang dilakukan
oleh suaminya, badanku terasa panas dan pikiran
yang tak tahu harus bagaimana karena baru kali
ini aku benar-benar melihat hal ini live di depan
mataku. Selama kurang lebih 10 menit kedua
orang itu melakukan sambil duduk akhirnya
PakDhe menarik tongkolnya dari dalam Tempik
BuDhe, Yak ampun ternyata tongkol nya lumayan
gede lebih gede dari pada milik mantan suamiku
yang biasa mengocok isi tempikku, akhir-akhir ini
aku sering nonton BF saat PakDhe dan Budhe
sedang kerja, pernah sekali aku hampir kepergok
oleh PakDhe saat aku sedang nonton BF sambil
mempermainkan liang nikmatku, namun ternyata
PakDhe tidak peduli dan mungkin mengetahui
bahwa aku seorang wanita yang butuh
kesenangan pada salah satu bagian tubuhku,

namun saat itu PakDhe hanya tersenyum sambil
mengambil sesuatu dari dalam kamarnya yang
mungkin tertinggal dan segera pergi lagi.

Kusaksikan BuDhe mengambil posisi
menungging dengan kedua tangan nya
memegang kursi di hadapannya “ayo mas cepet
keburu tempiknya kering” pinta BuDhe dengan
suara yang pelan mungkin agar orang luar tidak
mendengar dan mengetahui tapi kenyataanya aku
malah menyaksikan dan memperhatikan secara
detil apa yang mereka perbuat. Kulihat kali ini
PakDhe mengeloco tongkolnya sebelum
dimasukkan ke tempik yang sudah minta di jejeli
tersebut.

“Ach…ack…sh” suara yang keluar dari mulut laki-
laki tersebut. akhirnya kulihat lagi adegan itu dari
belakang karena mereka menmbelakangi
kamarku. Ada yang berdenyut pada tempikku
tanpa terasa tangan ku masuk ke dalam celana
dalam yang kupakai, ku tekan pada itilnya “ahk”
terasa geli dan benar terangsang tempikku kali ini.
Aku tersenyum mendapatkan pengalaman ini.

“Tempikmu… ue.nak .Tik pe… res… tongkol ku”
kata kata terputus dari Pakdhe seolah tak kuasa
menahan nikmat yang dirasakannya.
“Lebih cepat… mas… cep… at!” BuDhe pun seakan
mengharapkan serangan dari suaminya lebih
hebat lagi.
“A… ach… aku keluar ma… s!” suara BuDhe
terdengar setengah berteriak.Wanita itu terlihat
melemas tapi PakDhe tetap menggenjot dengan
lebih giat kali ini tangan nya memegang pantat
BuDhe yang bulat mulus itu dan akhirnya laki-laki
itupun menekan tongkolnya lebih dalam kearah
tempik didepannya tersebut. Sambil menahan
sesuatu. Ketika konsentrasiku tertuju pada tongkol
dan tempik yang sedang beradu tersebut tanpa
kusadari sambil digenjot BuDhe menoleh ke arah
pintu kamarku dan tersenyum, “hek” aku kaget
setengah mati segera ku tutup pelan-pelan pintu
kamar dan kembali ke tempat tidurku, beribu
pikiran menyeruak dalam benakku antara
bingung dan takut karena mungkin kepergok saat
mengintip tadi. Aku kecewa karena tidak melihat
bagaimana raut muka PakDhe ketika mencapai
puncak kepuasan.

Terasa ada yang basah di selangkanganku saat
aku menyaksikan adegan tadi, “yah aku
terangsang” terakhir kali aku merasakan
nikmatnya berburu nafsu dengan suamiku adalah
hampir 4 bulan yang lalu.

Memang aku mudah terangsang jika melihat hal-
hal yang berbau porno. Sering kali aku melakukan
masturbasi dengan membayangkan laki-laki yang
kekar dan memiliki batang tongkol yang kokoh
tegak berdiri dan akhirnya aku memasukkan
sesuatu ke dalam tempikku yang seolah lapar
akan terjangan tongkol laki-laki, tapi terkadang aku
merasa ada yang kurang dan memang aku butuh
tongkol yang sebenarnya, Tanpa kupungkiri aku
butuh yang satu itu. Kulihat jam didinding
kamarku menunjukan pukul 11.35, ya ampun
besiok aku kan mulai kerja! Sialan gara-gara
tongkol dan tempik perang diruang tamu
akhirnya aku tidur kemalaman! Emang dikamar
kurang luas apa? “ah sialan!” umpatku dalam hati.

Pukul 04.30 aku terbangun, ketika akan membuka
pintu kamar aku teringat akan kejadian yang baru
aku saksikan semalam, pelan-pelan kubuka
ternyata tak kulihat orang diluar, aku langsung
menuju dapur untuk memulai aktivitas pagi,
terkadang aku harus membantu memasakkan
sarapan pagi dan menyapu lantai sebelum
menjalankan altivitasku sendiri, aku merasa
adalah suatu vyang lumrah karena aku
menumpang disini.
Aku berjalan melewati depan pintu kamar BuDhe
yang terbuka lebar, sekali lagi aku terhenyak kali
ini aku menyaksikan dua orang sedang tidur
tanpa memakai baju sama sekali, kulihat senyum
di bibir Budhe Tatik, tanda kepuasan atas
perlakuan suaminya tadi malam mungkin.

Di kamar mandi aku kembali memikirkan kejadian
semalam yang membuatku “terus terang cukup
terangsang” apalagi jika mengingat tongkol yang
gede milik PakDhe. “ahh” rupanya tangan ku
sudah berada di sela-sela pahaku yang mulus dan
bulu hitam yang tampak olehku cukup lebat
meski tak terlalu banyak diantara garis melintang
ditengahnya, tiba-tiba nafasku berburu kala
kuteruskan untuk menggosok bagian atasnya,
“sialan!” pikirku dalam hati. Kusiram tubuhku
untuk mengusir nafsu yang mulai mengusik alam
pikiran ku.

Sebelum berangkat kerja di hari pertamaku,
kusempatkan untuk sarapan pagi siapa tahu nanti
aku harus kerja keras di kantor.
“Jaga diri baik-baik Rin” kata BuDhe sambil
menepuk pundakku,
“Eh.. iya.. BuDhe Rinel tahu kok” kataku sambil
ngangguk. Kulihat BuDhe baru keluar kamar
dengan mengenakan handuk pada bagian susu
sampai atas lulutnya wajahnya tampak masih
berseri meskipun tampak kecapean.

“Edan udah jam 7!” pekikku dalam hati.
“BuDhe aku berangkat dulu” pamit ku.
“Yo ati-ati Nduk ingat ikuti dengan baik perintah
atasan lakukan dengan baik tanpa banyak
kesalahan” katanya sambil tersenyum padaku,
senyum itu penuh makna sama seperti tadi
malam.

“Enggeh BuDhe… ” aku pun keluar rumah
menuju tempat kerjaku yang baru.
Dari depan kantor itu aku berjalan menuju pos
sekuriti,
“Permisi” aku mendekati seorang sekuriti,
“Ada yang bias saya Bantu mbak?” Tanya nya
dengan sopan. Tubuh yang lumayan atletis
tangan yang kekar serta tonjolan di bawah
perutnya cukup menantang dibalut celana yang
agak ketat di bagian pahanya.

“Ruangan Ibu Rifda dimana ya?” tanyaku.
“Bu Rifda Miranti? pasti sampeyan mbak Rinelda!”
terlihat senyum dibibirnya masih dengan ramah
dan sopan. Aku cuma mengangguk.
“Tunggu sebentar mbak” sambil mengangkat
intercom di depannya, ketika dia berbicara
dengan seseorang aku melihat suasana sekeliling
“Kok sepi ya?” tanyaku dalam hati.
“Sebentar lagi karyawan Ibu Rifda akan menemui
mbak, silahkan menunggu” katanya sambil
menunjuk kursi sofa di tengah ruangan yang
cukup besar. Ketika aku baru akan meletakkan
pantatku aku melihat sesuatu yang ganjil di
lingkungan perkantoran ini, tak terlalu banyak
orang yang biasa ada pada sebuah perkantoran,
kuperhatikan sekuriti tadi kulihat dia berbicara
dengan temannya tersenyum-senyum sambil
memandang kearahku, tak berapa lama kudengar
namaku dipanggil seorang wanita
“Rinelda?”
“Saya” jawabku sambil memalingkan muka kea
rah datangnya suara tadi,
“Hai, kamu mau kerja disini?” tanyanya lagi.
“Lho Agatha, kamu kerja disini ya?” kataku sambil
kenbali bertanya
“Tadi aku disuruh sama bu Rifda untuk menemui
kamu, ayo ikut aku!” sambil ngobrol kami pun
berjalan menaiki tangga menuju ruangan Bu
Rifda.

“Tunggu sebentar ya” kata Agatha. Pintu di
ruangan itu sedikit terbuka ketika dia masuk
kulihat didalamnya ada 3 wanita yang menurutku
cantik, berbusana mahal dan seksi. Itu mungkin
beberapa model yang dimilikinya.
“Masuk Rin” Agatha membuka pintu lebih lebar.
Ternyata didalam ada 2 laki-laki yang sedang
melihat 3 wanita didepannya ” nah ini dia cewek
baru yang aku dapatkan kemarin di Tunjungan,
namanya Rinelda” kata bu Rifda sambil menunjuk
ke arahku pada ke dua laki-laki itu.

“Rin, mas-mas ini dari Jakarta mereka akan
menguji kemampuan kamu dalam memakai
barang mereka” aku segera mengambil
kesimpulan bahwa mereka adalah desainer atau
rekan kerja bu Rifda. Aku mendekat dan berjabat
tangan dengan keduanya,
“Rif, kami perlu kerja di dalam studio” kata laki-laki
yang sedari tadi melotot melihat 3 wanita
dihadapannya sambil menenteng kamera. Lelaki
itu berjalan diikuti oleh ketiga gadis.

“Tunggu sebentar ya Rin” kata bu Rifda sambil
mengajak lelaki yang satunya serta Agatha. Aku
terdiam sebentar sambil melihat ruangan yang
cukup besar tersebut, ketika melewati ruangan
yang baru di masuki oleh tiga gadis dan seorang
lelaki tadi aku mendengar suara tertawa wanita
kegelian dari dalamnya, ku coba untuk mendekat
pada ruangan itu, aku semakin penasaran lerja
macam apa kok suaranya seperti… Yah aku ingat
suara itu mirip desahan BuDhe Tatik semalam!
Kucoba lebih dekat untuk mengetahuinya tapi…
“Rin?” tiba-tiba Bu Rifda sudah berada di
sampingku.

“Ada yang mau aku tunjukan padamu” katanya
sambil berjalan ke ruangan pribadinya, tertulis
didepan pintu ruangan tersebut.
“Mana Agatha? Sama lelaki yang tadi?” tanyaku
dalam hati. Didalam ruangan itu terdapat banyak
Foto diatas meja.
“Duduk Rin” katanya mengetahui aku sedang
menunggu dipersilahkan.
“Bu, maaf kamar kecil dimana? Saya kebelet pipis”
tanyaku sambil nyengir menahan sesuatu
dibawah selakangku. “ah..ya..” dia menunjuk
kearah belakangnya. Aku langsung bergerak ke
sana, masuk kamar kecil itu aku langsung
melorotkan celana dalam yang kupakai dan
Chessh….” Suara khas air
yang keluar dari tempikku, saat ku jongkok aku
mendengar samara-samar suara laki-laki.
“Aah….uh…ya …ayo..terus …sedot…ah nah gitu
dong…” setelah itu terdengar suara wanita
tertawa, segera lu ceboki tempikku, kuangkat
kembali CD, sebentar aku terdiam sambil mencari
asal suara tadi, setelah yakin tak kudengar lagi
akupun keluar dan menuju ke meja bu rifda
sambil bertanya-tanya dalam hati apa yang
sebenarnya pekerjaan disini, saat ku berjalan
mendekati meja bu Rifda kulihat wanita itu sedang
berganti pakaian, kulihat tubuh yang sangat seksi
dan mulus, pahanya yang putih dan pantatnya
bulat putih cukup memberi bagiku untuk
berkesimpulan bahwa dia adalah wanita yang
sempurna.

“Maaf bu” kataku,
“Oh tidak apa-apa kok Rin, bisa tolong ambilkan
itu” katanya sambil menunjuk kearah kursi
kerjanya, “ini bu?” kulihat sebentar ini adalah baju
yang sering dipakai oleh bintang film luar negri
“ah” aku teringat saat aku melihatnya di sebuah
film BF. Aku berikan padanya dan dia
memakainya dengan cekatan terlihat bahwa ia
sudah terbiasa mengenakan pakaian model itu.
“Kita bekerja dengan scenario dan harus tampil
cantik serta se-seksi mungkin karena target
penjualan kita adalah kaum Pria” kata nya sambil
membenahi pakaianya,
“Hari ini adalah saat dimana kamu akan menjadi
seorang entertainer seperti gadis-gadis diluar
tadi” , aku mendengarkannya sambil mengira-ira
apa kerjaku sebenarnya;
“Maaf sebelumnya Agatha di sini sebagai apa bu?”
tanyaku,
“Kenapa?” dia balik bertanya,
“Kamu mau tahu tugas dia?” katanya sambil
mengambil sebuah remote control di laci
mejanya,
“Tugas dia adalah menjamu para tamu dan
melayani mereka sebelum mereka memulai kerja
yang sebenarnya” katanya sambil menunjuk
sebuah televise berukuran raksasa di belakangku,
betapa kaget aku melihat apa yang terpampang
dihadapanku, ternyata Agatha sedang bergumul
dengan laki-laki di
sebuah ruangan kosong yang hanya di lapisi
karpet tebal diseluruh ruangan itu, setengah tak
percaya kembali kulihat kea rah bu Rifda, dia
hanya tersenyum sambil matanya berbinar-binar
seolah bernafsu karena melihat kejadian di layer
tersebut, aku segera mengetahui apa yang
sedang dan akan kualami maka aku berjalan
menuju pintu keluar, tapi apa yang ku dapat pintu
itu terkunci! Aku menoleh kearah wanita itu tapi
wanita itu hanya tersenyum sambil matanya
tetap menyaksikan adegan Agatha dan laki-laki itu
dihadapanya.

“Kamu bisa berteriak kalau kamu mau tapi itu tak
akan berguna karena seluruh ruangan disini telah
kedap jadi tak akan ada yang mendengar”
katanya.
“Duduklah maka tidak akan terjadi sesuatu
padamu atau jika tidak aku panggilkan satpam
didepan agar membuatmu diam” kali ini nadanya
terdengar sedikit mengancam. Aku pun telah
paham bahwa aku tak bias berbuat apa-apa, saat
terduduk aku dihampiri oleh wanita itu dan tanpa
kusadari dia telah menarik tangan ku kebelakang
dan mengikatnya dengan tangkas, aku berontak
tapi tak bisa karena kursi yang ku duduki besar
dan berat, akhirnya aku terdiam.


“Sudah kita nikmati saja tontonan yang
disuguhkan teman SMP kamu itu” katanya, sialan
rupanya Agatha telah bercerita banyak tentang
aku, Agatha adalah temanku saat duduk di
bangku SMP di Malang, dia adalah type cewek
yang cukup berani tampil seksi dan punya teman
cowok yang cukup banyak, dan dia pun telah
kehilangan keperawanannya saat perayaan
kelulusan di suatu acara yang diadakan oleh
teman-temannya,
“Kurang ajar, kenapa aku harus melewati hari
yang seperti ini?” kataku dalam hati.

Dari layer raksasa dhadapanku kulihat Agatha
sedang duduk di atas pria itu sambil menaik-
turunkan pantatnya yang bahenol.
‘Oh… oh… ouh… ha… enak maass?” tiba-tiba
suara Agatha terdengar sangat keras, rupanya Bu
Rifda menikan volume pada remote controlnya.
“Ga seru kalau tidak ada suaranya ya Rin?” kata
wanita itu namun aku tak mempedulikan kata-
katanya. Aku menunduk tak mau melihat apa
yang ada dilayar TV besar itu, tapi suara yang
menggoda nafsu itu tetap terdengar.

“Setiap aku kesini… kurasa… tempik kamu
masih… ouckh… tetap… keset… Th..ah” suara laki
itu tersendat-sendat.

“Tapi tongkol mas….kok rasanya.. tam.. baa..
ah… aha…” suara Agatha tak terselesaikan.
“Jangan munafik Rin kamu past terangsang kan?”
lagi suara Rifda terdengar tak kupercaya wanita
yang kemarin kutemui ini terlihat anggun dan
sopan kini…
“Perempuan macam apa kamu Rif?” kataku tapi
tak kudengar jawaban darinya yang kudengar
hanya suara dia sedikit tertawa.

Tak berapa lama kembali kudengar Agatha
berteriak
“Ack… a… yah… terus… tete… rus… sentak lagi…
mas!” kali ini aku mengangkat kepalaku untuk
melihat apa yang saat ini dilakukan laki-laki itu
pada Agatha, kulihat Agatha sudah nungging
dengan bertumpu pada lututnya sementara laki-
laki itu menekan-nekan tongkolnya yang besar itu
maju-mundur ke arah tempik Agatha yang
tampak menganga dan berdenyut-denyut itu,
cukup lama mereka saling mengimbangi gerakan
maju mundur itu satu sama lainnya, akhirnya…
“Aku… ke… luar… mas… aih… ya… ah!” nampak
Agatha telah mencapai puncak orgasme
tubuhnya terlihat sedikit melemah namun si lelaki
itu terus mengocok tongkolnya yang masih
menegang itu sambil tangannya memegang
bongkahan pantat Agatha, aku sendiri terangsang
melihat semua ini dan merasa ada yang mulai
membasah di tempikku, seandainya tanganku
tidak di ikat pasti aku sudah memegang itil kecil
ku.

“Ackh… sh… oh… sh… ” nampaknya laki itu sudah
memuntahkan pejunya di dalam tempik Agatha.
Tiba-tiba Rifda mematikan layer tersebut dan
berkata
“Gimana Rin, apa yang kamu rasakan pada
Tempikmu?” seolah mengetahui apa yang aku
rasakan.
“Lepaskan! Aku mau keluar dari tempat ini!”
teriakku menutupi rangsangan yang aku rasakan.
“Keluar? sebentar, ada yang mau aku perlihatkan
sama kamu!” lalu dia menekan kembali remote di
tangannya kea rah layer raksasa di dan… “ya
ampun!” ternyata BuDhe Tatik!
Mengenakan baju berwarna merah menantang
seperti yang dipakai oleh Rifda, dia sedang sibuk
mengulum tongkol seorang laki-laki disebuah
ruangan yang hanya terdapat sebuah ranjang
yang cukup bagus, ku lihat Pria itu memegang
kepala BuDhe agar lebih cepat emutannya,
sementara tangan kiri
BuDhe mempermain kan tempiknya sendiri.

“Eh… eh… e… gm… emph… !” suara wanita
dilayar itu seperti menikmati tongkol yang
panjang dan besar di dalam mulutnya.
“Itu di rekam 2 hari yang lalu” kata Rifda seperti
sedang menerangkan sesuatu padaku.

“Maksudmu?” tanyaku,
“Lihat dulu baru komentar sayang!” aku pun
kembali menyaksikan adegan di depanku itu,
belum pernah aku menyaksikan orang yang aku
kenal berbuat dengan orang lain seperti yang
dilakukan oleh BuDhe dan Agatha.
“tongkol mu hot banget mas… besar pa… njang…
aku… akua… suka… !” kali ini BuDhe nampak
gemas memegang tongkol besar itu dengan
kedua tangannya, tongkol Pria itu memang
sangat besar dibanding dengan milik PakDhe
yang kulihat semalam kelihatan kokoh berdiri dan
lebih berotot apalagi kepala tongkol Pria ini
nampak besar dan mengkilap karena sinar dari
kamera, nampak sekali bahwa pria itu sangat
menikmati emutan mulut BuDhe, mendengar
suara Budhe dan laki-laki itu saling ah..uh..
membuat aku jadi terangsang, aku jadi salah
tingkah karenanya, ku toleh ke arah Rifda ternyata
wanita itu sedang sibuk memasukan sesuatu
kebawah tubuhnya kutahu dia sedang mencari
kenikmatan di tempiknya mengetahui aku
melihatnya wanita itu mendekati aku dang
menunjukan sebuah tongkat kecil yang mirip…
tongkol!
“Kamu akan suka dengan yang seperti ini sayang”
katanya sambil menarik kedua kakiku hingga aku
terlentang di atas kursi besar itu.
“Tenang Rin, cari nikmatnya dulu ya” aku diam
dan tak terlalu banyak bergerak aku tak tahu
mengapa aku diam dengan perlakuan Rifda di
hadapanku kali ini, Rifda mengosok-gosokkan
tongkol mainan itu ke arah selakanganku, aku
menggelinjang geli karenanya, aku tahu apa yang
akan dilakukannya, dan benar! Dia membuka
resleting celanaku, sekali lagi aku diam aku
terangsang terasa tempikku berdenyut-denyut
menginginkan sesuatu. Dengan tangkas Rifda
sudah menarik ke bawah celana yang kupakai,
diringi suara desahan nikmat yang disuarakan
BuDhe Tatik dari layer didepanku
“Oh… yaa… ya… be… nar… yang situ enak…
mas… sh… ah!” kali ini kulihat laki-laki itu sedang
menciumi tempik BuDhe yang mengakang
memberi ruang yang bebas pada laki-laki itu,
terdengar pula suara mulut laki-laki itu berkecipak.
Nampak bokong BuDhe yang bulat itu diangkat
agar mulut laki-laki itu dapat masuk lebih jauh
mempermainkan lidahnya. Tanpa kusadari paha
dan selakangan ku terasa dingin ternyata Rifda
telah sukses melepaskan CD ku.
“Wah ternyata Jembut kamu tebal juga Rin” kata
Rifda kemudian tangannya menyentuh mulut
tempikku, terasa hangat tangannya, kutatap
matanya seolah ingin kubiarkan apa yang
dilakukannya, sudah kepalang basah kubiarkan
apapun yang dikerjakannya,
Saat Rifda sedang sibuk meng emek-emek
tempikku dari depan, tiba-tiba lampu ruangan
mennjadi sangat terang, dan kulihat ada dua
orang laki-laki masing memegang kamera dan
mengabadikan suasana di ruangan ini. Tak
kusadari ada sentuhan tangan pada pundakku.
“Rin, rupanya kamu sudah merasakan
kenyamanan di ruangan ini” ternyata aku kenal
suara laki-laki dari belakangku yah itu suara
PakDhe! tanganku berusaha menutupi bagian
bawahku yang menganga karena ulah Rifda.
“Sudah nikmati saja, toh aku tahu kamu butuh
yang seperti ini” kata Pakdhe sambil
menempelkan sesuatu yang hangat lunak dan
membesar ditanganku yang masih terikat
kebelakang. Kupegang dan tahu apa yang aku
pegang namun terasa makin hangat dan
memanjang.

Aku diam memikirkan semua rentetan dan
semua orang yang ada disekitar ku saat ini, saat
kuterdiam ternyata Rifda berdiri di depanku
dengan menggerakan lidah ke bibir sambil
memainkan celah tempiknya dan matanya
menatap ke arah PakDhe, laki-laki itu tahu apa
yang dinginkan Rifda dan segera berdiri mendekat
dengan tangan memegang pantat Rifda.
“Ayoh, kita bikin janda muda ini tersiksa dan
memohon agar tempiknya di isi sesuatu yang
hangat! Ha… ha… ha… !” kata Rifda sambil
melihatku, tangannya yang cekatan dan terampil
mulai mengurut-urut tongkol PakDhe yang sudah
mulai kembali menegang, sementara tangan
PakDhe meremas-remas susu Rifda yang Cuma
terbuka pada putingnya sementara aku tetap
menatap mereka berdua seolah tak percaya.

“U… uh” kata Rifda gemas mengocok tongkol di
tangannya.
“Sudah, langsung aja masukin tongkolmu pak!”
“Lho Rin, tempik Rifda sudah basah! Kamu ga
pengin niih?” Kata PakDhe yang mempermainkan
tangannya di sekitar tempik Rifda. Kusaksikan
gerakan Rifda membalikkan badannya
memnbelakangi tubuh PakDhe, dengan cukup
sigap pakDhe segera menggiring batang tongkol
yang dipegangnya kearah tempik Rifda yang
berada ditengah bongkahan pantat mulus Rifda
yang sudah menganga karena bibir tempiknya di
kuak sendiri oleh tangan kanannya sementara
tangan kirinya menggosok itil yang sedikit
menonjol di bagian atasnya.
“Hrm ouch… masukin… te… rus… ah sampai
men… tock pak!” kata Rifda sambil menarik pantat
PakDhe agar segera menekankan tongkolnya
lebih dalam.

Kali ini mereka merubah posisinya
menyampingiku sehingga tampak susu Rifda
bergerak-gerak karena gerakan tubuhnya
sementara tongkol PakDhe yang sedang
berusaha memasuki liang sempit itu semakin
didorong kedepan.
“Ah….” tongkol itu sudah tenggelam kedalam
tempik rifda PakDhe kemudian menarik
tongkolnya pelan-pelan tampak olehku buah pelir
tongkol itu menggelantung.
“Sabar ya Rif, sebentar… ” kata pakDhe sambil
menoleh kea rah ku sambil mengedipkan mata
kirinya seolah berkata.”Tunggu giliranmu”.
“Betapa nikmat kalau tongkol itu bersarang pada
tempikku” kembali aku sudah dirasuki hawa nafsu
yang sedari tadi menghinggapi pikiranku yang
mulai tak terkontrol. Aku mulai menggepit paha
agar tempikku yang terasa gatal dan membasah
tak diketahui oleh mereka, andai tangan ku tak
terikat mungkin aku sudah melakukan sesuatu
yang nikmat!
“Eh… ah… mpffh… yang cepat dong… genjot…
terus… pak!” teriakan nikmat Rifda sambil
menggerakan bongkahan pantatnya kekiri –kanan
mengimbangi sentakan PakDhe.
“Plak… plak… ” suara benturan paha kedua orang
didepanku serta kecipak tempik Rifda yang
diterjang tongkol gede itu seolah bersorak
senang. Saat ku sedang memperhatikan mereka
ikatan pada pergelangan tanganku terasa
melonggar sedikit kutari tangan kananku dan
terlepas! Sebentar aku bingung apa yang harus
kulakukan, namun diluar kesadaran ku saat itu
ternyata aku tidak mengambil kesempatan itu
untuk melarikan diri lagi pula disitu ada 2 pria
berkamera yang pasti akan mennghentikan ku,

yah otakku mungkin sudah dirasuki nafsu. Aku
butuh keprluan biologis itu! Aku butuh tongkol
yang hangat dengan terjangan yang
sesungguhnya bukan seperti yang selama ini
kudapatkan dengan masturbasi! Semakin
kuperhatikan secara seksama apa yang dikerjakan
PakDhe dab Rifda didepanku, Rifda nampak
sangat menikmati genjotan PakDhe dari arah
belakang.
‘Ay… o.. pak… ayo… terus… kerasin…
sentakanmu pak… !”
“Tempik nakal… nakal… nakal… ” kata PakDhe
setiap kali si tongkol menerobos tempik Rifda.
Kulihat tongkat mainan persis tongkol yang
diletakkan dimeja oleh Rifda, tak kuhiraukan 2
orang berkamera yang sedang mengabadikan
setiap gerakan dan erangan nikmat PakDhe dan
Rifda, kuambil mainan wanita itu dan mulai
kugesekkan pada tempikku, tak kuhiraukan
segalanya!
Aku tersenyum karena aku merasa tak tersiksa
sama sekali dengan keadaanku saat ini, kali ini aku
bermaksud memasukkan tongkol mainan lembut
ini pada liang tempikku dan…
“Eh… auch… ” bersamaan dengan sodokan
PakDhe pada tempik Rifda setiap PakDhe menarik
tongkolnya kutarik pula mainan ini dari
tempikku.Saat aku sedang menikmati tontonan
didepanku tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan
masuk seorang laki-laki yang tadi bergumul
dengan Agatha menghampiriku sambil
tersenyum, sambil berjalan dia melepas satu
persatu kancing baju dan membuka resleting
celananya. Kukeluarkan pelan-pelan tongkol
mainan dari dalam tempikku.

Aku membayangkan isi didalam celana itu adalah
tongkol besar seperti yang dirasakan oleh Agatha
tadi, yang pasti akan memberi kenikmatan pada
tempikku yang sangat merindukan tongkol,
kutatap matanya seolah aku memberinya ijin
untuk segera menyerang tubuhku, aku sadar
bahwa semua perbuatanku saat ini akan direkam
dan disebar luaskan, aku tak pedulikan itu aku
Cuma butuh laki-laki saat ini yang bisa
membuatku menggelepar penuh kenikmatan!
Ketika Rifda mengetahui laki-laki itu lewat
didepannya tangan kanannya memegang tongkol
laki-laki itu.
“Tempikku… masih… cukup… ah..ah… untuk…
tongkolmu… auh… Rudi… say… ang… eh… ” Rifda
berkata sambil menikmati sodokan PakDhe.
Sebentar laki-laki itu berhenti dan memasukan
tongkolnya kemulut Rifda.
“Ech… mpfh… Rud… empfh… di..kont… tol… ”
tampak mulut Rifda seperti kewalahan menelan
sebuah Pisang yang besar, aku segera bangkit
dan menghampiri mereka, yaah aku tak rela jika
tongkol dihadapanku ini akan di telan juga oleh
tempik Rifda dan aku lagi-lagi jadi penonton, Rifda
dan PakDhe tidak terlalu kaget melihatku.
“Oh… rupanya kamu baru bisa lepas dari tali tadi
ha… ha… ha!” Rifda tertawa setelah tongkol
dimulutnya terlepas setelah laki-laki bernama Rudi
itu membalikkan diri padaku tampak tongkol
besar setengah mengacum itu mengarah padaku.

“Wao… ” Tanpa kuhiraukan si Rudi aku langsung
jongkok didepannya dan bersiap mengulum
tongkol idamanku itu.
“Lihat pak… ah… si… ja… ech… janda… tak tahan…
juga… a yes… !” kata Rifda
seolah senang dengan apa yang kuperbuat,
kumasukan kedalam mulutku dan kepalaku mulai
bergerak maju mundur, kurasa sesuatu yang
besar sedang berdenyut-benyut di dalam
mulutku,
“Ach… ternyata pandai juga kamu mempermain
kan tongkol dengan mulut.
“Oh… !” tangan Rudi mulai meremas pentil
susuku yang mulai mengeras.
Aku memang pandai melakukan oral sex hal itu
pun diakui oleh mantan suamiku dulu bahwa
mulutku sangat hebat dal;am hal ciuman bibir dan
mengulum tongkolnya bahkan sering kali saat
oral sex suamiku mengeluarkan spermanya di
mulutku.

“Ehm… ehm… ehm… ” Aku sangat senang dan
sangat merindukan batang hangat dan kenyal ini!
“Oh… oh… ya… ouh… ” Rudi tampak sangat
menyukai kulumanku kupermainkan lidahku pada
kepala tongkolnya, sambil memberikan Rudi
kenikmatan kulihat PakDhe semakin
mempercepat genjotannya, tak lama kemudian.
“Arch… a… ah… aku… sudah… kel… luar… pa…
ak… a… ” kata Rifda, matanya
merem-melek menahan sesuatu yang keluar dari
dalam tempiknya. Saat Rifda mulai sedikit lemas
ternyata PakDhe mengeluarkan tongkolnya dan
melihat kearah Rudi seolah mengetahui maksud
PakDhe Rudi pelan-pelan menarik tongkolnya dari
mulutku, yah PakDhe menuju kearahku sedang
Rudi menuju tubuh Rifda, aku ragu apakaha aku
akan melakukannya dengan orang yang sudah
aku anggap sebagai orang tuaku ini, namun
PakDhe ternyata langsung menarik pantatku
hingga tuibuhku telentang pada kursi besar di
belakangku dan tongkolnya berada tepat didepan
tempikku, mengetahui aku sudah terangsang
dengan sekali tekan tongkol PakDhe segera
menerobos lobang tempikku sesaat terasa sakit
“Adu… h… pelan-pelan… dong PakDhe… !”
Teriakku.

“Ah sorry Rin, lupa aku, tempik kamu sudah lama
tak terisi ya! Tahan sebentar ya… kamu tahu
ini ..enak..” kata PakDhe sambil menarik
tongkolnya dari dalam tempikku, aku merasa
seluiruh isi tempikku tertarik.

“Pelan-pelan… ” kataku lagi, tapi ternyata Pakdhe
langsung menggenjot tongkolnya itu keluar
masuk. Tiba-tiba rasa sakit yang kurasakan
menjadi rasa geli dan nikmat
“Ah… a… ayou… lagi PakDhe… terus… sh… haa… ”
yang kurasakan tempikku jebol
luar dalam namun ennaak sekali, sudah cukup
lama bagiku waktu 4 bulan menanti yang seperti
ini, aku tak peduli meski ini kudapat dari seorang
yang selama ini menampungku. Saat sibuk
menikmati sodokan tongkol di tempikku sempat
kulihat Rudi memompa pantatnya sementara
Rifda mulutnya terbuka menahan nikmat yang
akan dia dapat untuk kedua kalinya dengan posisi
miring dan kaki kirinya terangkat sehingga
memudahkan tongkol gede milik Rudi
mengobrak abrik isi tempiknya, tak berapa lama
Rifda sudah memiawik…
“Sudah Rud… aku… ah… !” tampak Rifda sudah
mengalami orgasme yang keduanya. sementara
kulihat muka PakDhe memerah menahan sesuatu
“Rin… torok… kamu… serr… et… aku tak… tahan…
ah” PakDhe rupanya sudah mendapatkan
ganjaran karena berani memasukan tongkolnya
ke milikku yang memang masih peret, dia
menarik tongkolnya dan mengeluarkan pejunya
pada Susuku dan wajahku
“Ah… ah… ” teriak PakDhe setiap kali cairan itu
keluar dari kepala tongkolnya.
“Ya… PakDhe… !” kataku kecewa, aku belum
merasa orgasme! Tak kuhiraukan PakDhe sibuk
dengan tongkolnya yang mulai mengecil, saat
kumandang Rudi yang mengocok tongkolnya
sendiri dia tersenyum padaku dan akhirnya
tongkol yang cukup gede itu datang padaku,

tangan Rudi memegang pantatku, aku tahu dia
ingin posisi anjing nungging, kubalik tubuhku
menghadap sandaran kursi sedang kedua lututku
tersangga pinggiran kursi, tak nerapa lama
tongkol Rudi sudah digesekgesekkan pada
pantatku yang putih mulus,
“Ayoh Rud kamu mau merasakan seperti yang di
rasakan PakDhe?” kataku nakal, aku tak tahu dan
tak mau tahu apa yang kulakukan yang pasti aku
mendapatkannya saat ini, akhirnya Rudi pun
memasukan tongkolnya ke dalam tempikku.
“A… euh… ah… em… ya… ” tongkol yang
menerobos di bawahku memang terasa sangat
gede seolah menyentuh rongga-rongga di dalam
tempikku. Pantas Rifda mulut Rifda tak bersuara
apa-apa ternyata ini yang dirasakannya.
“Eh… eh… eh… ” Rudi menekan maju mundur
tongkolnya sementara tangannya meremas
susuku dan bibirnya mencium punggungku,
cukup lama Rudi menggenjot tubuhku dari
belakang, kini dia memintaku untuk berdiri
menghadap tubuhnya dengan mengangkat kaki
kiriku dia memasukan tongkolnya dari depan
“Ya… h… he… he..lagi… lagi… ” nafasku terengah-
engah menahan serangan Rudi yang belum
pernah ku lakukan dengan mantan suamiku dulu.

Sensansi yang luar biasa aku dapatkan dari laki-
laki ini, sentakannya sangat mantab dan sodokkan
tongkolnya sangat luar biasa
“Rud… puaskan… puaskan… a.. ku… tongkol…
Ter… us… sh… ” kata-kataku tak terkontrol lagi
karena tempikku merasakan hal yang sangat luar
biasa dan belum pernah aku merasakan yang
seperti ini. Akhirnya aku merasa kebelet pipis dan
geli bercampur menjadi satu…
“Aku… ae… kelu… ar Rud… ah..” Puas, aku puas!
Jeritku dalam hati ini tongkol yang aku harapkan
setiap masturbasi, sementara Rudi tetap
mengocok tongkolnya sambil menahan tubuhku
yang terasa lemas agar tak terjatuh,
“Pepek kamu… mem… mang… enak… ach”
akhirnya Rudi menarik tongkolnya dari tempikku
dan menyemprotkan Spermanya ke mukaku.
“Ah… hangat… enakkan… Rud?” tampaknya
tempikku memuaskan Rudi.
Cahaya terang dari kamera yang merekam
semua tadi tampak meng-close up muka ku yang
tampak ceria!
Akhirnya, aku menikmati semua ini, semua
kulakukan dengan senang hati. Karena BuDhe
adalah ketua dari semua pekerjaan ini dan Rifda
dan Agatha adalah Teman SMPku, sehingga aku
bekerja menjadi pemain film blue seperti yang
dulu sering kulihat di keping VCD.


Adult | GO HOME | Exit
1/4529
U-ON

inc Powered by Xtgem.com